The Wrath of God: Film Misteri yang Kurang Ngeri!

Oleh: Muhzen Den

Judul Film: The Wrath of God

Tahun Rilis: 2022

Genre: Drama, Thriller

Sutradara: Sebastián Schindel

Pemeran: Macarena Achaga, Juan Minujín, dan Diego Peretti

Saya tertarik menonton film ini bukan karena judulnya, tapi alurnya yang menceritakan tokoh Koster (diperan Diego Peretti) seorang penulis terkenal yang disegani di negerinya, mengalami peristiwa nahas, yakni anak dan istrinya ditemukan meninggal secara bersamaan.

Film The Wrath of God atau judul aslinya La ira de Dioes merupakan sebuah film thriller atau misteri yang kurang ngeri! Kenapa saya berkata ‘kurang ngeri’? Biasanya, film-film misteri menyajikan adegan per adegan dengan efek mencekam. Namun, dalam film ini, saya sebagai penonton disajikan dengan adegan penulis (Koster) bersama asistennya (Luciana Blanco) melakukan kerja-kerja kreatif, yaitu menulis.

Kemudian alur cerita dalam film The Wrath of God ini bersifat maju-mundur. Penonton akan diajak pada beberapa adegan masa kini dan masa lalu, yang jika tidak cermat akan merasa bosan. Tetapi, permasalahan muncul bukan karena perseteruan sengit dengan musuhnya—awalnya saya akan menemukan konflik sengit dari tokoh luar, semisal ada tokoh kuat dari tokoh utama—namun, saya sangsi sehingga mengurungkan ekspektasi tersebut. Justru konflik itu muncul hanya karena Luciana sang asisten penulis nan cantik dan muda berpenampilan terbuka.

Koster pada adegan bersama asistennya kedapatan melakukan kontak mata intens. Luciana yang muda dan gaul dalam berpakaian, menjadi korban jelalatan mata sang penulis. Koster tanpa sengaja memandangi ‘celana dalam’ asistennya, bahkan ‘bra’ yang tersembunyi di balik baju tipis nun seksi tersebut.

Intensitas mereka berdua membuat Koster salah paham sehingga berani mencium bibir Luciana. Luciana marah. Saat itu pula dia pulang ke rumah. Sementara Koster hanya menganggap itu biasa saja. Padahal, kedekatan Luciana dengan keluarganya; istri dan anaknya, begitu akrab. Koster mempunyai keluarga bahagia, meskipun sebenarnya, istrinya mantan seorang penari balet populer tapi gagal konser karena kecelakaan, mempunyai kelemahan, yakni depresi berat. Selain itu, Koster juga dikaruniai anak yang cantik.

Luciana berasal dari keluarga besar; punya dua kakak, orangtua lengkap, dan adik kecil. Ibunya Luciana merasa aneh dengan kepulangan anaknya yang begitu cepat dari tempat kerja. Setelah didesak, akhirnya Luciana dan ibunya berkonsultasi ke firma hukum untuk mengajukan gugatan. Awalnya Luciana tidak ingin, tapi setelah dihitung-hitung kompensasi yang didapatkan, ibunya tergiur dan melayangkan surat gugatan itu.

Cerita film ini terfokus pada dua tokoh penulis dan asistennya, kemudian istri dan anaknya Koster, serta keluarga Luciana. Namun, surat gugatan yang diajukan justru datang lebih cepat ke rumah Koster sehingga diterima istrinya. Mendapati hal itu, istrinya yang punya trauma depresi berat melakukan tindakan di luar batas; menenggelamkan anaknya dan mati bunuh diri meminum obat-obatan alias overdosis.

Setelah peristiwa itu, alur cerita film ini semakin cepat. Saya kira film misteri akan menemukan adegan kejam atau teror hantu yang mengerikan, tapi itu tak tampak di film ini. Gugatan Luciana diterima Koster tanpa basa-basi dengan membayar denda. Kemudian pada adegan cerita ini yang membuat konflik film tersebut berada di jalur konflik.

Efek samping gugatan ini membuat Koster murka dalam diri meskipun tidak ia ungkapkan secara ekspresi. Namun, Luciana sebenernya merasa bersalah dengan gugatan itu setelah mengetahui istri dan anaknya Koster meninggal dunia. Saya sebagai penonton melihat ini bukan konflik perang fisik, melainkan perang batin antara Koster dan Luciana.

Dalam rentang 10an tahun, keluarga Luciana meninggal dunia, dimulai dari kedua kakaknya dan berlanjut pada kedua orangtuanya. Sedangkan adiknya yang paling kecil tidak tersentuh. Luciana berupaya mengungkap kematian keluarganya yang beruntun dengan minta bantuan seorang jurnalis, Esteban (Juan Munijin). Esteban tidak bisa berbuat banyak dengan apa yang diminta Luciana. Meskipun Luciana yakin bahwa keluarganya meninggal ada andil Koster. Tapi, itu tidak bisa dibuktikan karena tidak ada saksi dan lainnya.

Di akhir cerita film ini tragis. Tokoh Luciana yang mengalami depresi harus mengakhiri hidup di depan Koster. Kemudian adiknya Luciana harus jatuh ke pelukan Koster. Menurut Koster, Valentina seumuran dengan anaknya yang telah tiada.

Sebastian Schindel sebagai sutradara seolah-olah membuat film banyak kekurangan dari cerita. Saya sebagai penonton dibuat kurang puas dengan tiap adegan pembunuhan atau meninggalnya tiap tokoh. Bahkan, Schindel kurang kuat menonjol sosok tokoh utamanya karena cerita berjalan seperti film ini ingin segera selesai. Itulah yang menjadi catatan film ini.

Artikel yang Direkomendasikan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

https://www.instagram.com/golagongkreatif?igsh=MXVlZDR5ODlwd3NsdQ==