Aku menulis puisi dari buah dan rasa secara berurutan. Cinta yang getir hingga syukur. Cinta yang gugur, pulih, dan bertumbuh. Dari jeruk, jambu, nangka, mangga, dan pisang. Ternyata hati juga bisa berbuah! Selamat membaca!
Dianay
oOo


Dianay
Jeruk Tak Lagi Musim
Kita pernah jadi dua ruas dalam satu jeruk utuh
dipisah selaput waktu, ditelan gigitan senyap
Aku incip kenangan, yang dulu diisi sari percakapan
Terselip biji janji tanpa musim,
tak tumbuh, hanya diam di dasar perih
Tak ada yang benar-benar hilang,
hanya berubah rasa di lidah kenang
2025
oOo

Dianay
Jambu, Rindu, dan Sebuah Tatap
Di bawah pohon jambu itu
kita saling menggigit waktu
menanak harap dengan batinku
menakar rindu dengan tangan penuh
Kau menumbuk sunyi jadi isyarat
menyisip pesan di balik gigil
menyambung jarak dengan tatap yang tak pulang,
kau tak lagi kembali
Bila jambu itu tumbang oleh musim
biarlah namamu tetap tinggal
di getah yang pernah kutelan diam-diam
Kini kutanam ingatan di tanah yang sama,
menyirami hari dengan diam panjang
menanti jambu baru yang tak lagi bernama
2025
oOo

Dianay
Kala Nangka Membuka Pintu
Aku mulai menyemai langkah
di tanah yang belum pernah kudatangi,
menguliti pagi tanpa sisa nama lama
Kita menumbuk pagi jadi mantra,
menyulam canda dalam cakrawala kecil
bernama anugraha
Tak lama pun menggugurkan jeda,
meracik tanya jadi gurih
dalam pelukan yang tak mengenal musim lampau
Kutemukan diriku,
tak lagi mencari rasa yang telah gugur
Selamat datang, musim nangka baru
2025
oOo

Dianay
Mangga dan Cinta
Kita pernah menyulut api dingin
di tengah percakapan yang riuh
mencicipi marah dari mata yang tak menoleh
Betapa isi kepala yang panas meminta jeda
Tapi cinta tak sempat luntur dari uapnya
Datang malam saat bintang berbisik :
“Manis itu bukan tanpa asam, tapi yang tetap tinggal setelah perih lewat”
Dan kini, saat mangga itu matang sendiri
di ranting yang kita rawat bersama,
kita tahu, pahit pun bisa jadi daging
2025
oOo

Dianay
Pada Pelepah yang Kita Tinggali
Kita tak lagi menghitung detak
sebagai tanda jatuh atau tinggal,
hanya menyapu pagi dengan sabar yang ditanak diam-diam
Kupeluk lengkung waktu
seperti pisang yang merunduk saat matang, tenang,
tak perlu dipamerkan manisnya
Ada doa yang kita anyam setiap hari,
di dapur kecil bernama grha,
tempat sujudmu dan letak letihku saling menenangkan
Kini buah kita bertunas,
daun tumbuh dari silsilah kasih,
dan Allah menyisipkan rahmat dalam setiap helaan napas.
2025
oOo


TENTANG PENULIS: Dianay adalah nama penaku. Lahir di Tegal, 35 tahun yang lalu. Aku penulis yang mencintai alam dan setiap rasa yang tumbuh darinya. Lewat puisi, aku percaya setiap rasa bisa menemukan rumahnya. Untuk bertukar kabar, bisa melalui email dianayu.haps@gmail.com.


PUISI MINGGU terbit setiap hari Minggu. Silakan mengirimkan 5 puisi tematik. Sertakan foto diri dan gambar atau foto ilustrasi untuk mempercantik puisi-puisinya. Tulis bio narasi dan pengantar singkat. Kirimkan ke email : gongtravelling@gmail.com. Ada uang pengganti pulsa Rp 300.000,- dari Denny JA Foundation. Sertakan nomor WA dan nomor rekening banknya. Jika ingin melihat puisi-puisinya yang sudah tayang, klik banner di bawah ini:


