Di atas ring Rahmat dan Mahmud sudah saling berhadapan. Rahmat mengenakan celana putih satin dan Mahmud celana hitam. Sekilas melihat Rahmat, perawakannya tinggi langsing seperti petinju legendaris Muhamad Ali. Sedangkan Mahmud pendek gemuk ibarat Joe Frazier.
Wasit mengumumkan kepada penonton bahwa pertandingnan Kelas Menengah Super 76.204 kilogram memperebutkan gelar juara nasional antara Rahmat sebagai penantang dan Mahmud juara bertahan.
Bel berbunyi: teng!
Mahmud menyeruduk ibarat banteng terluka. Rahmat menari-nari mengitarinya. Beberapa pukulan swing dari Mahmud menerpa angin. Rahmat berkelit. Mahmud maju memepet ke tali ring dan memeluk tubuh Rahmat. Saat itulah beberapa pukulan Mahmud menghujam ke ulu hati Rahmat.
Rahmat merasa tulang rusuknya perih. Terbayang wajah adiknya – Astuti, yang terbaring kesakitan. Kaki kiri Astuti harus diamputasi akibat kecelakaan. Sebuah truk menabraknya karena remnya blong. Dia membayangkan adiknya yang ceria di sebuah SMA, tiba-tiba harus kehilangan kaki kirinya yang hancur dihantam bemper depan truk. Tadi malam dia pamitan, Astuti meminta agar sabuk juara nasional kelas menengah super jadi hadiah untuknya.
Upper cut keras Mahmud menggoyahkan tubuh Rahmat. Astuti seolah menahan tubuhnya yang terjengkang dan telempar ke sudut ring. Rahmat terduduk – menyender ke tali ring. Wasit menghampiri dan menghitung. Tangan kirinya berpegangan ke tali ring; dia bangkit. Wajah Astuti tersenyum menyemangatinya.
“Delapan…”
Rahmat bangkit.
Wasit memeriksa sarung tinju dan memegangi wajahnya. “Siap bertarung lagi?”
Rahmat mengangguk.
Ronde pertama berlalu. Bel beberapa kali dipukul dan menyelamatkan para petinju dari kekalahan. Setelah Rahmat tersungkur, dia justru bergelora dan membalas. Giliran Mahmud yang terkapar dihantam pukulan beruntun Rahmat. Penonton terus menyoraki seolah sedang menonton sabung ayam.
Hingga ronde terakhir, kedua petinju masih berdiri dengan kedua kaki yang sudah goyah. Wajah mereka dilumuri darah yang mengucur dari pelipis mata. Bibir mereka robek.
“Sepanjang saya menonton perebutan juara nasional, di kelas apapun, pertandingan malam ini akan tercatat sebagai pertarungan terkeras, penuh darah. Kedua petinju sangat ambisius, dan sangat menghibur,” begitu reaksi komentaror ternama. “Kita tunggu hasilnya, siapa yang akan memenangkan pertarungan ‘darah di atas ring’ ini!”
Di sudut Mahmud terjadi perdebatan dengan juri. Bahkan beberapa petugas dari organisasi tinju nasional yang berbadan kekar naik ring, diikuti aparat keamanan.
Sedangkan pelatih Rahmat sedari tadi membersihkan wajah Rahmat dengan handuk, sehingga terbebas dari darah segar. Luka di atas mata kiriya diolesi salep. Darah berhenti mengucur.

“Champ! Adikmu video call!” crew menyerahkan HP.
Rahmat penuh semangat menerima video call. Saat itu juga pembawa acara mengumumkan pemenangnya adalah Mahmud.
“Bagi Astuti, Kakak tetap sang juara!” suara Astuti dari rumah sakit. “Padahal Kakak berhasil menjatuhkan Mahmud 3 kali!”
“Kakak juga jatuh tadi!”
“Dua kali, Kak!”
“Sebentar, kayaknya ada masalah,” Rahmat mengarahkan kamera HP ke tengah arena. Di sana terjadi keributan antara crew Mahmud dengan panitia. Tanpa diduga pelatih dan beberapa crewnya mengangkat tubuhnya.
“Kita berhasil, Champ!” teriak pelatihnya.
“Kok, bisa?” Rahmat heran.
“Mahmud terbukti doping, Champ! Doping!”
Kubu Rahmat bersorak. Rahmat menyuruh seorang crewnya agar merekam saat sabuk juara nasional Kelas Menengah Super dia acungkan ke arah Astuti yang sejak tadi setia di layar monitor HP-nya!
*) Serang 4 September 2020


FIKSI MINI hadir setiap minggu mulai Juni 2025. Terbit hari Senin. Kita tahu, fiksi mini sedang trend. Silakan mengirimkan fiksi mini karyamu. Satu lokasi, satu waktu, ada plot twist saat endingnya. Antara 250-500 kata. Silakan kirim fiksi minimu ke gongtravelling@gmail.com, subjek: fiksimini. Sertakan bionarasimu 5 kalimat, foto dirimu, dan ilustrasi yang mendukung. Ada uang ganti pulsa alakadarnya Rp. 100.000,- dari SIP Publishing. Selamat menulis. Jika ingin membaca fiksi mini yang sudah tayang, klik gambar di bawah ini:



