Di Komplek Guru itu rumah kami ibarat surga, karena banyak ditumbuhi pepohonan. Jika rumah guru yang lain hanya memiliki halaman depan dan tanah di belakang untuk dapur, rumah kami selain taman untuk kesehatan jiwa, juga bisa dijadikan arena taman bermain dan olahraga.

Bapak sarjana olahraga (Kepala Sekolah Guru Olahraga). Bapak membuat barbel dari kaleng dan semen. Juga membuat tiang-tiang pull-up untuk kakak-adikku yang berlengan dua. Kami anak-anaknya selalu ingin cepat pulang, karena ingin segera bermain di halaman rumah.

Bapak dan Emak tidak melupakan buku. Aku pernah punya perpustakaan yang aku buka untuk teman-temanku. Aku pajang di teras rumah, walaupun kemudian habis. Tapi kemudian kami diberi surga lain, yaitu berupa majalah dan koran. Kami berlangganan koran Kompas dan Suara Karya. Majalah Intisari, Femina, Gadis, HAI, dan Bobo.

Kata Bapak “Jangan hanya otot yang dilatih, tapi juga otak harus diisi.” Setiap selesai salat subuh, Bapak mengajak kami berolahraga di alun-alun. Kemudian di waktu luang kami membaca.


Dan Emak menambahi dengan nasihat kepada kami – kelima anaknya, “Emak, Bapak tidak bisa mewariskan harta kepada kalian, tapi ilmu. Allah berjanji, semakin Tinggi Ilmu, makan akan aku tinggikan derajat kalian. Kejarlah ilmu hingga ke liang kubur.”


