Sebagai bagian dari kemajuan zaman, penggunaan AI sah-sah saja. Namun, manusia tetap harus bijak dan teliti dalam menggunakannya.
AI
Nasi Uduk dalam Puisi
Puisi ini menggambarkan ketulusan, kegetiran, dan harapan yang terus hidup, meski dibalut lelahnya perjuangan sehari-hari. Apa menurutmu ada sisi lain yang perlu diungkap dari puisi ini? Kamu pernah makan nasi uduk dan memerhatikan pedagannya?
Nasi Timbel dalam Puisi
Puisi ini tidak hanya menjadi refleksi, tetapi juga tantangan untuk melihat ulang nilai-nilai kemanusiaan dan nasionalisme di tengah arus globalisasi dan modernisasi.
Curhat Masalah Keluarga ke AI
Hujan masih deras di luar. Terasa sekali tempias air yang terbawa angin masuk ke cafe. Aku sengaja memilih duduk di luar. Aku tidak tahan dengan asap rokok. Aku sejak sore tadi duduk bengong menghadapi laptop. Memikirkan keluarga di rumah. Aku buka Open AI.
Percakapan Tengah Malam dengan AI Saat Hujan Deras
Ah. Hujan deras. Atap bocor. Kasur basah. Aku letakkan ember untuk menampung air hujan. Aku kedinginan. Ini tenah malam. Mana mungkin memanggil tukang.
Revolusi AI: Ikut Serta atau Berdiam Diri
Menghindari AI sepenuhnya juga bukan sebuah tindakan bijak. Apalagi bagi Gen Y/milenial (kelahiran 1981 – 1996) dan generasi sesudahnya. Berbeda dengan Gen X (kelahiran 1965 – 1980) yang saat ini umur termuda mereka 45 tahun dan paling tua 60 tahun dan besar dalam tradisi non-digital, Gen Y dan sesudahnya adalah generasi yang terbiasa berkecimpung dalam logika digital sejak mereka lahir.