Arsip Tag: Perpustakaan Nasional

Mengapa Literasi Tidak Pernah Jadi Prioritas?

Oleh Naufal Nabilludin – Relawan Rumah Dunia

Efisiensi anggaran yang dilakukan Presiden Prabowo Subianto beberapa bulan terakhir telah memaksa banyak program pemerintah beradaptasi. Program yang dianggap kurang penting dan menghambur-hamburkan uang dihilangkan. Ironisnya, di saat yang sama justru muncul isu kenaikan tunjangan anggota DPR RI yang disertai arogansi beberapa anggotanya.

Kebijakan efisiensi ini berdampak luas. Transfer ke daerah berkurang, sementara struktur kabinet semakin gemuk. Akibatnya, banyak daerah mencari cara instan untuk menambal anggaran yang dipangkas, salah satunya dengan menaikkan pajak, seperti yang terjadi di Pati, Jawa Tengah.

Terlepas dari dinamika yang terjadi, ada satu hal penting yang kadang luput dari perhatian publik, namun memiliki dampak fundamental bagi masa depan bangsa: literasi.

Sejak menjadi relawan Rumah Dunia pada 2022, saya menyadari ada kejanggalan dalam kegiatan literasi di Indonesia, terutama terkait keberpihakan pemerintah dalam hal anggaran. Dinas-dinas perpustakaan di daerah seringkali beralasan tidak punya anggaran atau anggarannya sedikit saat diminta menyelenggarakan kegiatan literasi.

Hal ini terjadi karena mereka masuk dalam kategori dinas tipe C, yang dianggap bukan prioritas daerah, sehingga anggaran yang diterima minim. Ditambah ada anggapan bahwa orang-orang yang ada di dinas perpustakaan adalah “orang buangan”.

Kondisi ini tidak hanya terjadi di daerah. Anggaran Perpustakaan Nasional yang semula Rp721 miliar pada tahun 2025 dipangkas menjadi Rp441,8 miliar karena efisiensi. Yang lebih menyedihkan, dalam rapat bersama Komisi X DPR, anggaran Perpustakaan Nasional di RAPBN 2026 ditetapkan sebesar Rp377,9 miliar. Meskipun masih diperjuangkan, angka ini menunjukkan tren penurunan yang sangat mengkhawatirkan sekaligus bukti bahwa pemerintah tidak terlalu memprioritaskan literasi.

Padahal, beberapa tahun terakhir Perpusnas RI justru berhasil melahirkan inovasi penting. Program seperti Duta Baca Indonesia, Relawan Literasi Masyarakat, dan KKM Literasi terbukti menyentuh masyarakat secara langsung dan ikut membangun tren literasi yang semakin baik.

Di titik ini, saya merasa ada anomali dalam kebijakan negara. Negara ingin masyarakatnya pintar dan literasinya meningkat, tetapi program yang mendukung minat baca justru dipangkas anggarannya. Di sisi lain, anggota DPR dengan mudah menikmati tambahan tunjangan. Bukankah UUD mengamanatkan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa? Lalu, mengapa anggaran untuk literasi selalu dikurangi?

Padahal, banyak pegiat literasi di lapangan bekerja tanpa pamrih. Mereka menyisihkan uang, tenaga, dan waktu demi meningkatkan indeks literasi masyarakat meskipun tidak digaji. Rasanya, kegiatan literasi yang digerakkan komunitas seringkali lebih masif dan konsisten daripada yang dilakukan dinas resmi.

Yang lebih menyedihkan lagi, Gol A Gong, Duta Baca Indonesia 2021-2025, sempat mempertanyakan isu penghapusan program Duta Baca Indonesia pada 2026 dengan alasan efisiensi anggaran.

Sebagai seseorang yang beberapa kali ikut dalam program kerja Gol A Gong, saya melihat sendiri bahwa tidak semua kegiatan dibiayai dari anggaran negara baik itu APBN maupun APBD. Seringkali komunitas, pegiat literasi, dan masyarakat luas berkolaborasi untuk membuat kegiatan.

Duta Baca Indonesia bukan hanya sebatas ikon, tetapi juga menjadi penghubung dan penjahit berbagai pemangku kepentingan, mulai dari pegiat literasi, taman bacaan, komunitas, sekolah, kampus, dinas, hingga kepala daerah, untuk menciptakan ekosistem literasi yang lebih baik.

Jika program-program positif seperti ini benar-benar hilang, maka target besar Indonesia Emas 2045 hanya akan menjadi slogan kosong. Bagaimana mungkin bangsa ini menjadi unggul dan berdaya saing jika urusan mendasar seperti literasi tidak diprioritaskan?

Mahasiswa KKM Tematik Literasi Kelompok 103 Untirta Menginisiasi Pojok Baca di Desa Pabuaran

PABUARAN, SERANG – Mahasiswa Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) Tematik Literasi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Untirta) kelompok 103 berkolaborasi dengan Perpustakaan Nasional (Perpusnas) RI menginisiasi berdirinya pojok baca di kantor Desa Pabuaran, Kecamatan Pabuaran, Kabupaten Serang. Program ini menjadi bagian dari upaya mendorong minat baca masyarakat desa sekaligus memperkuat budaya literasi di desa Pabuaran.

Potret Pojok Baca di kantor desa Pabuaran, Selasa (15/07/2025). Sumber: Dokumentasi Pribadi

Pojok baca tersebut memanfaatkan ruang arsip lama yang sebelumnya hanya berisi dokumen dan buku yang jarang digunakan. Mahasiswa KKM melakukan penataan ulang, mendata koleksi buku yang masih layak, dan mengelompokkan sesuai kategori agar mudah diakses. “Kami ingin memaksimalkan aset yang sudah ada sehingga benar-benar bisa dirasakan manfaatnya oleh warga,” ujar Ketua KKM kelompok 103, Nizar Rizki.

Proses penataan ulang, pendataan, dan stampling buku di Pojok Baca kantor desa Pabuaran, Sabtu (12/07/2025). Sumber: Dokumentasi Pribadi

Tak hanya menata koleksi, mahasiswa juga mendekor ruangan agar lebih ramah pengunjung, sehingga masyarakat merasa nyaman dan tertarik untuk mengunjungi Pojok Baca di kantor Desa Pabuaran. Para mahasiswa KKM literasi kelompok 103 membuat karya seni bertema literasi seperti komik poster edukasi maupun lukisan gambar sebagai hiasan serta memasang rak buku baru, dan menambahkan karpet untuk menciptakan suasana nyaman, terutama bagi anak-anak.

Sistem peminjaman sederhana dengan pencatatan manual turut diterapkan agar warga dapat meminjam dan mengembalikan buku dengan mudah.

“Kami ingin pojok baca ini menjadi lebih dari sekadar rak buku, hitung – hitung untuk mengisi waktu ketika sedang mampir di kantor desa— jadi, kami ingin menjadikannya pusat kegiatan literasi masyarakat,” tambah Nizar.

Ketua berharap menjadikan pojok baca sebagai upaya untuk membangun semangat literasi, jadi ketika ada pengunjung di kantor desa mereka bisa mampir sejenak untuk mengunjungi pojok baca  yang berada di lantai bawah kantor desa.

Kegiatan Pembukaan KKM Literasi Kelompok 103 Untirta di kantor desa Pabuaran, Kamis (10/06/2025). Sumber: Dokumentasi Pribadi

Kegiatan KKM Tematik Literasi secara resmi dibuka pada Kamis, 10 Juli 2025 di aula kantor Desa Pabuaran. Acara tersebut dihadiri kepala desa, perangkat desa, dosen pembimbing lapangan (DPL), dan mahasiswa. Kepala Desa Pabuaran, Ahmad Suryawan, menyampaikan apresiasinya.

“Kami sangat mendukung dan menyambut baik kehadiran mahasiswa Untirta yang membawa semangat literasi. Pojok baca ini diharapkan menjadi wadah untuk menumbuhkan budaya membaca, terutama bagi generasi muda,” ujarnya.

Penyerahan almamater Untirta sebagai simbolis pembukaan KKM Literasi 103 Untirta di kantor desa Pabuaran, Kamis (10/06/2025). Sumber: Dokumentasi Pribadi

Dosen Pembimbing Lapangan (DPL)  KKM 103, Dedi Mulia, menambahkan, “Program ini adalah wujud nyata pengabdian mahasiswa. Kami berharap keberadaan pojok baca ini akan memberdayakan masyarakat melalui literasi.” Salah satu perangkat desa yakni Ibu Ira Mayasari selaku pengelola perpustakaan desa, memastikan keberlanjutan program, “Kami siap menjaga dan mengembangkan pojok baca ini setelah mahasiswa menyelesaikan masa baktinya.”

Kegiatan Literasi Desa “Menulis Cerita Berbasis Buku Bacaan” di pojok baca kantor desa Pabuaran, Kamis (14/07/2025). Sumber: Dokumentasi Pribadi

Untuk menarik minat anak-anak desa dalam membaca di Pojok Baca Kantor Desa Pabuaran, mahasiswa KKM kelompok 103 menjalankan program literasi yang telah ditentukan oleh Perpusnas RI dalam program KKM Tematik Literasi, salah satunya berupa “Menulis Cerita Berbasis Buku Bacaan” yang diadakan langsung di pojok baca.

Anak-anak diminta menulis cerita berdasarkan buku yang telah mereka baca sehingga program ini bertujuan melatih kemampuan literasi anak-anak agar mampu menuangkan ide dan imajinasi mereka setelah membaca buku, serta meningkatkan kreativitas dan mendorong kemampuan daya berpikir kritis anak . “Aku senang bisa belajar nulis cerita di sini, bukunya seru-seru dan ceritanya bagus,” ungkap Rifa (11), salah satu peserta.

Meski demikian, akses ke pojok baca masih menjadi kendala bagi sebagian anak, sehingga tidak semua anak bisa rutin mengunjungi pojok baca. Sebagian mengaku kesulitan karena harus menyeberangi jalan raya dari kampung tempat tinggal mereka.

“Kalau mau ke sini harus nyebrang jalan besar, jadi nggak bisa sering-sering,” kata Dadan (12).

Menanggapi hal ini, Pengelola Perpustakaan Ira Mayasari mengatakan, “Kami akan mempertimbangkan program jemput bola atau kegiatan literasi keliling agar anak-anak dari kampung sekitar lebih mudah ikut serta.”

Mahasiswa KKM berharap pojok baca ini dapat menjadi pemicu lahirnya berbagai kegiatan literasi lanjutan di Desa Pabuaran. “Semoga ini menjadi langkah awal untuk membangun ekosistem literasi di desa, dan warga semakin akrab dengan membaca,” pungkas Nizar.

Perpustakaan Bukan Sekadar Gudang Buku: UNPRI Rayakan Ulang Tahun ke-2 dengan Seminar Strategi Branding Digital

Medan, 20 Juni 2025 — Dalam rangka memperingati ulang tahun ke-2, Perpustakaan Universitas Prima Indonesia (UNPRI) menggelar seminar bertajuk “Strategi Pustakawan Membangun Jenama Pribadi Perpustakaan di Era Digital”, Jumat (20/6), bertempat di Hall Utama kampus UNPRI.

Seminar ini menghadirkan Kepala Perpustakaan Nasional RI, Prof. E. Aminudin Aziz, M.A., Ph.D., dan Duta Baca Indonesia, Gol A Gong, sebagai narasumber, serta dimoderatori oleh Dr. Dian Syahfitri, M.Hum., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNPRI.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Utara, Desni Maharani Saragih, S.STP, M.Si dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan ini menjadi tonggak penting dalam upaya peningkatan minat baca di Sumut. Ia menyebut tema seminar sebagai langkah yang visioner, mengingat tantangan perpustakaan dan pustakawan kini semakin kompleks.

“Personal branding pustakawan menjadi sangat penting. Pustakawan masa kini harus mampu tampil sebagai representasi dari institusi perpustakaan—aktif di media sosial, menyebarkan informasi, dan menciptakan citra positif di mata publik,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa Perpustakaan UNPRI harus menjadi motor penggerak budaya baca di lingkungan kampus dan masyarakat. “Dengan dukungan berbagai pihak, perpustakaan bisa menciptakan ekosistem literasi yang unggul dan berkelanjutan,” tambahnya.

Dalam sambutannya, Prof. Aminudin Aziz mengucapkan selamat ulang tahun kepada Perpustakaan UNPRI dan mengapresiasi kontribusinya dalam pengembangan literasi akademik. Ia juga menyoroti bahwa UNPRI memiliki 51 program studi, potensi besar untuk menjadikan perpustakaan sebagai pusat pengetahuan yang dinamis.

Prof. Aminudin mengajak peserta untuk mendefinisikan ulang makna perpustakaan di era digital. “Perpustakaan kini harus dilihat sebagai ruang kreativitas tanpa batas, tempat bagi calon ilmuwan mengembangkan ilmu, dan ruang klarifikasi atas hoaks—karena perpustakaan menyediakan data dan sumber informasi yang valid,” jelasnya.

Ia juga menekankan pentingnya membangun jenama pustakawan dengan penggunaan bahasa Indonesia yang baik, sesuai dengan KBBI.

Dalam sesi materi, ia membagikan pengalaman masa kecilnya yang kekurangan akses buku anak-anak, serta mengangkat pentingnya pelestarian naskah kuno Nusantara yang masih tersebar dan belum distandardisasi. Ia juga menyoroti stigma negatif terhadap profesi pustakawan, yang sering dianggap kurang kreatif dan tidak menjanjikan. Untuk mengubahnya, menurut Prof. Aminudin, pustakawan harus mulai dari hal sederhana seperti menciptakan logo yang mudah dikenali dan menghadirkan tokoh pustakawan yang inspiratif.

Sementara itu, Gol A Gong memperkenalkan konsep “5 Pilar Pustakawan”, yang mencakup:

  1. Gedung — Ruang perpustakaan yang nyaman dan inspiratif
  2. SDM — Pustakawan sebagai agen perubahan
  3. Program — Literasi yang berkelanjutan
  4. Promosi/Publikasi — Strategi komunikasi yang aktif
  5. Jejaring — Kolaborasi lintas lembaga untuk memperkuat dampak

“Perpustakaan bukan sekadar tempat menyimpan buku, tapi ruang hidup yang membentuk peradaban,” tegasnya.

Seminar ini menjadi bagian dari rangkaian perayaan HUT ke-2 Perpustakaan UNPRI, yang sekaligus menegaskan komitmen universitas dalam memperkuat budaya baca dan ekosistem literasi digital.

Gulir Buku TBM Lautan Ilmu untuk SDK Lamenais: Meningkatkan Semangat Literasi di Flores Timur

TBM Lautan Ilmu kembali menjawab tantangan literasi di Flores Timur dengan meluncurkan program Gulir Buku, sebuah inisiatif yang bertujuan memperluas akses bacaan berkualitas bagi siswa-siswa di sekolah. Pada 19 November 2024, program ini hadir di SDK Lamenais, Larantuka, Flores Timur, dan mendapat sambutan hangat dari kepala sekolah serta jajaran guru.

Ayo Serbu Banten Book Fair 2023

Acara Banten Book Fair 2023, secara resmi telah dibuka sejak Selasa, 16 Mei 2023. Bertempat di gedung DPK Provinsi Banten, Pakupatan, Kota Serang. Pada hari pertama, jumlah pengunjung yang datang, masih terhitung jari. Makanya, ayo serbu Banten Book Fair, biar ramai.

Hari Pertama Banten Book Fair 2023 Masih Sepi Pengunjung mungkin karena masih bersifat Soft Opening, sedangkan pembukaan secara resminya, akan digelar pada Rabu, 17 Mei 2023. Ya, Hari Pertama Banten Book Fair 2023 Masih Sepi Pengunjung. Makanya, anak muda Banten, Ayo Serbu Banten Book Fair 2023 .

Talkshow Peranan Pemda dalam Pembangunan Literasi Masyarakat

Talkshow ini bertujuan meningkatkan kesadaran dan pemahaman pemerintah daerah tentang pentingnya pembangunan literasi masyarakat dalam meningkatkan daya saing daerah, memberikan penjelasan pelaksanaan kebijakan pembangunan nasional bidang perpustakaan yang terkait dengan pembangunan literasi masyarakat, dan memberikan landasan yang tepat bagi perangkat daerah di bidang perpustakaan dalam menyusun perencanaan program kegiatan yang mendukung pencapaian target kinerja urusan perpustakaan.

Ditjen Bina Pembangunan Daerah Kemendagri bekerja sama dengan Perpustakaan RI menyelenggarakan talkshow dengan tema “Dukungan dan Tantangan Pemerintah Daerah dalam Pembangunan Literasi Daerah”.

Dari Heri ke Gong: Ihwal Duta Baca Indonesia

Saya mengenalnya sebagai Heri. Saat itu, 1977, saya diterima di SMPN 2 Serang. Dia kakak kelas saya satu tahun. Walau tangan kirinya buntung, dia tampak biasa saja. Wajahnya riang dan, kesan saya, agak badung.

Saat saya masuk ke SMAN 1 Serang, tahun 1980, dia juga sudah bersekolah di situ. Saat SMA itulah, sebagai pengurus OSIS, bersama Rahmat Yanto (kemudian menggunakan nama Rys Revolta), saya mengelola Mading (Majalah Dinding) sekolah. Tapi Heri malah membuat mading sendiri di kelasnya.

Selepas SMA Heri diterima kuliah di Sastra Indonesia Universitas Padjadjaran Bandung. Cukup mengagetkan bagi “siswa sulit diatur” seperti Heri. Satu tahun kemudian, 1983, saya dan Yanto juga ke Bandung. Saya ke Sastra Jepang tapi tidak lolos, sedangkan Yanto diterima di Sastra Perancis. Saya kecewa sekali lalu mendaftar ke IKIP Bandung. Tapi hanya kuliah satu hari saja di sana dan memutuskan kuliah di sebuah sekolah tinggi di bilangan Dago.