Forum TBM Jawa Tengah dan Warung Pasinaon Gelar “Tinta Perjumpaan” Bersama Gol A Gong

Oleh Rudi Rustiadi

Forum TBM Jawa Tengah bersama TBM Warung Pasinaon dan TBM Rumah Pelangi menggelar kegiatan literasi bertajuk Tinta Perjumpaan: dari Sayonara Menuju Karya di Aula Balai Bahasa Jawa Tengah, Sabtu (4/10). Acara ini diisi dengan workshop menulis fiksi mini bersama Duta Baca Indonesia sekaligus sesi pengenalan ragam aktivitas literasi.

Ketua Forum TBM Kabupaten Semarang, Azizah Muslihatun, menegaskan bahwa kegiatan ini merupakan bentuk kolaborasi dari berbagai komunitas literasi di Kabupaten Semarang. Ia berharap dengan kekompakan seperti ini dapat muncul kegiatan-kegiatan literasi lainnya. Selain itu ia dengan terlaksananya kegiatan ini ia ingin mendorong semua peserta untuk dapat berkarya, menuangkan ide dan gagasan mereka.

Dukungaan datang dari Balai Bahasa Jawa Tengah. Dian Respati Pranawengtyas, Widyabasa Balai Bahasa Jawa Tengah, menyampaikan apresiasinya terhadap acara ini. Menurutnya acara ini sangat relevan dengan semangat literasi yang menjadi visi Badan Pengembangan Bahasa. Ia berharap Kehadiran Duta Baca Indonesia di Kabupaten Semarang menjadi momentum bagi lahirnya karya-karya yang baik dari penulis atau pegiat literasi di Kabupaten Semarang.

Sementara itu, Musyarofah, anggota Komisi D DPRD Kabupaten Semarang, mengapresiasi peran Balai Bahasa yang konsisten mendukung kegiatan literasi. Ia juga menegaskan kesiapannya untuk bersinergi dan berkolaborasi dalam kegiatan-kegiatan literasi.

“Gerakan literasi adalah tanggung jawab bersama. Karena itu, saya menyambut baik dukungan Balai Bahasa serta saya siap bersinergi dengan pegiat literasi untuk memperluas manfaat dari berbagai kegiatan yang terlaksana,” tutur Musyarofah.

Pada kesempatan ini Sekretaris Forum TBM Jawa Tengah, Tirta Nursari yang menjadi narasumber, menyampaikan ragam aktivitas literasi dapat dilakukan di sekolah, komunitas, maupun masyarakat luas.

Kegiatan tersebut tentunya harus berdasarkan 4 keterampilan berbahasa: mendengar, membaca, berbicara dan menulis. Kegiatan ini diharapkan Tirta menjadi wadah perjumpaan antar komunitas literasi sekaligus penggerak semangat menulis dan berkarya di Jawa Tengah, khususnya di Kabupaten Semarang.

Sementara itu Duta Baca Indonesia, Gol A Gong pada kesempatan itu berbagai tips menulis fiksi mini. Menurutnya ada tujuh unsur penting dalam membuat fiksi mini yaitu harus 1 peristiwa dalam 1 waktu dan 1 lokasi, tokoh yang kuat, diksi dan gaya bahasa yang kuat dan sedikit, alur cerita yang cepat, konflik yang selesai seketika, dan ending yang mengejutkan (plot twist).

“Seperti kopi, selama ini kita mengenalnya dengan rasa pahit atau manis, tapi segelas kopi di fiksi mini rasanya amis darah,” jelas Gol A Gong.

Cerpen Sabtu: Judi Karya Noorma Paramitha

Dinding batako mentah, tanpa seulas plester, memeluk erat rumah Darmin di sudut kumuh ibu kota. Ventilasi? Hanya celah-celah sempit yang menyedot debu dan panas.

Namun, rumah itu telah menjadi tempat tinggal Darmin dan keluarganya selama kurang lebih 11 tahun terakhir.

Darmin, seorang supir angkot dengan penghasilan tak menentu, sering merasa tertelan oleh kenyataan. Ia iri melihat nasib temannya, Jono, tiba-tiba kaya setelah memenangkan jackpot dari judi online.

Ia pun mulai bermain judi online dengan harapan bisa bernasib sama seperti temannya. Ia menyisihkan uang hasil narik angkot untuk DP slot.

Darmin pun merasakan getaran itu, koin digital berdentang di layar hp-nya. Angka saldo melonjak lima ratus ribu dalam semalam — uang yang biasanya harus ia kejar setengah minggu narik angkot.

Dadanya berdebar kencang, mulutnya kering. “Ini baru awal!” pikirnya

Matanya tak lepas dari website slot online di hadapannya. Dua ratus ribu untuk DP slot berikutnya langsung ia gelontorkan, lebih besar dari biasanya.

Kemenangan pun kembali didapatkannya.

Dua hari kemudian, saldo ‘kemenangannya’ membengkak jadi Rp 1,2 juta.

Darmin tak kuasa menahan diri. Saat ketemu Jono di warung kopi dekat terminal, ia pamer saldo hape-nya yang bertengger di angka Rp 1,2 juta.

“Liat, Jon! Baru tiga hari main, hampir nutup sewa angkot sebulan!” soraknya, jari gemetar menunjuk layar.

 Jono menyedot rokoknya dalam-dalam, matanya merah, ada bekas lilin di jaket sintetisnya —entah bekas begadang atau hal lain.

Senyum kecut Jono mengembang. “Satu jutaan? Itu receh, Darmin,” hardiknya, asap mengepul dari hidung. “Kalo mau serius, jangan mainin slot virtual gituan. Main beneran!”

Darmin tertegun. “Main beneran, gimana?”

“Pemerintah udah buka kasino resmi, kok! Di Pantai Indah, deket pelabuhan. Buat nambah APBN katanya,” Jono menepuk punggung Darmin.

Darmin gelisah.

“Gue dapet info dari orang dalam, nih. Di sana jackpotnya miliaran, bukan cuma recehan kaya di hape lu. Duit beneran, bukan angka doang!” Matanya berbinar licik.

Darmin berdebar-debar.

“Percuma lu nabung setahun nyetir, Jon. Satu malam di meja roulette bisa bikin lu beli rumah baru!”

Darmin mengamati jam tangan Jono —jam tangan usang yang sama sekali tidak mencerminkan kekayaan. Sebuah pikiran samar melintas, namun buru-buru ia tepis, pikiran tentang rumah baru jauh lebih menggiurkan.

Kata-kata Jono tadi siang menggerogoti pikiran Darmin sepanjang hari. Rp 1,2 juta di aplikasi tiba-tiba terasa hampa.

Malam itu, ia memandangi langit-langit kamar yang dihiasi noda rembesan hujan. “Kasino resmi… pasti lebih jujur dan kredibel,” bisiknya.

Ia menghitung uang di laci — Rp 1,2 juta dari slot, ditambah Rp 800 ribu tabungan uang sekolah anak-anaknya, Ani dan Slamet mulai dari seragam sampai uang buku. “Gue yakin pasti balik modal bahkan bisa untung berkali-kali lipat!” ujarnya meyakinkan diri sendiri.

Darmin memandangi foto pernikahannya yang pudar. Rini, istrinya tertawa memegang kembang kertas, jauh sebelum genteng bocor dan got mampet menggerogoti senyum itu. Dia menekan uang itu ke dadanya—seolah bisa menahan genteng agar tak jebol lagi.

Esoknya, Darmin mengendarai motor tuanya menuju kawasan Pantai Indah. Semakin dekat dengan pelabuhan, semakin asing pemandangannya. Mobil mewah bersliweran, gedung-gedung kaca menjulang, dan plang neon raksasa bergambar dadu dan poker chip bertuliskan “Grand Fortune Casino: Legal & Licensed”.

Di parkiran, motor tuanya terkunci sendirian di antara Mercedes hitam.

Darmin tercekat di depan pintu masuk gedung. Petugas keamanan berseragam membukakan pintu kaca tebal kepada pengunjung berpakaian perlente dengan kaus polo warna putih dilengkapi celana chino warna krem potongan sempurna.

Ketika Darmin mendekat memasuki gedung, petugas keamanan memicingkan mata, mengamati penampilan Darmin dari ujung rambut sampai ujung kaki.

“Sederhana sekali dia, tapi siapa tahu dia milyuner. Toh banyak orang-orang yang pakaiannya nyeleneh dan sederhana ternyata orang kaya,” pikir petugas.

Akhirnya, petugas keamanan tersenyum dan mempersilakannya masuk.

Dinginnya AC menusuk tulang Darmin, kontras sekali dengan panas di pemukimannya. Aroma parfum mahal dan alkohol menguar, bukan bau got dan gorengan yang biasa dihirupnya. Lampu kristal berkilauan memantulkan suara mesin slot yang riuh rendah.

“Oh, jadi seperti ini kehidupan orang kaya, beda sekali dengan hidup rakyat jelata sepertiku!”

Darmin pun mendekati salah satu meja slot.

“Silakan bermain, Pak! Minimal deposit dua juta saja, Pak!” ujar pramusaji dengan ramah.

Darmin berkeringat. Uang sakunya Cuma dua juta pas — tabungan sekolah anaknya dan “kemenangan”-nya.

“Demi masa depan…”

Darmin menyodorkan uang tunai ke pramusaji. Ia menarik tuas besi.

BRRNG!

Lampu berkedip, bel berbunyi nyaring.

Angka Rp 4 juta muncul di layar! Dadanya sesak. “Jon benar…!” Tapi saat ia mau mencairkan, petugas menggeleng: “Harus main minimal tiga putaran, Pak.”

Putaran kedua: LAYAR MERAH .

Dua juta menguap begitu saja.

“Sekali lagi, semoga jackpot!” gumam Darmin.

Putaran ketiga:  GAME OVER bergerak perlahan.

Darmin terduduk lemas. Ia membalikkan saku kosongnya.  Di seberang ruangan, ia melihat Jono tertawa lebar dengan segelas wiski. Jono bersulang dengan seorang pria bertato naga di lengannya. Ada amplop cokelat berpindah tangan. Sekarang ia paham: Jono bukan pemain. Dia penjebak, calo yang mendapatkan komisi.

Darmin terpaku di kursi empuk itu. Bunyi koin dan tawa riuh berubah jadi deru angin yang menyayat.

Di luar, hujan mulai mengguyur atap seng pemukimannya. Pandangannya menerawang. Bagaimana ia akan menebus kesalahannya? Apa yang harus ia katakan pada istri dan anaknya? Pikiran-pikiran negatif berkecamuk.

Darmin menyeret kakinya yang terasa seperti timah cair keluar dari kasino, pulang. Hujan deras mengubah gang sempit jadi kubangan lumpur hitam. Kaki-kakinya berat bukan karena becek, tapi karena beban dua juta rupiah yang menguap. Saat membuka pintu triplek reyot, bau anyir got bercampur asap kayu bakarmenyambutnya —

Rini sedang merebus air untuk mi instan. “Dari mana semalaman?” tanya Rini tanpa menoleh, suaranya datar seperti langit-langit berjamur.

Darmin tak menjawab. Ia duduk di dipan kayu lapuk, baju basah melekat di kulit mengeluarkan aroma keringat dan hujan kotor. Matanya kosong menatap dinding batako yang retak seperti jaring laba-laba. Rini memicingkan mata. Dia tahu.

“Kau ke kasino itu, ya? Membawa uang di laci kamar?” bisik Rini dingin. Sendok di tangannya bergetar.

Darmin mengangguk pelan. “Jono ngajak… katanya kasino…”

PLAK!

Rini menampar keras Darmin. “Dasar lelaki tolol!” Rini meraung, suaranya pecah, serak seperti serutan papan, menyobek kepulan asap dapur.

 “Jono?! Jono itu CALO! Dia dapet duit tiap kali orang lugu kayak kau terjebak di lubang itu!”

Darmin menunduk. Air hujan dari atap bocor menetes ke tengkuknya, menyatu dengan keringat.

Rini mendekat, wajahnya memerah, urat lehernya menonjol. “Kau kira kita bisa kaya seperti orang di TV?!” Tangannya mencengkeram bahu Darmin, kuku kasarnya menusuk kulit seperti belati tumpul.

“Ah…”

Kasino itu bukan untuk kita, Darmin! Itu hiburan buat mereka yang uangnya bisa dibakar dan dihamburkan!” Rini menarik napas dalam, matanya merah seperti bara. “Lihat sekeliling kita!”

Darmin menunduk.

“Uang sekolah anak-anak, uang jatah makan kita, bahkan uang untuk renovasi genteng bocor yang kau janjikan dari bulan lalu…semua kau hilangkan dalam sekejap di tempat laknat itu!”

Sesak dada Darmin.

Tangan Rini menunjuk liar ke arah baju seragam Ani dan Slamet, lalu ke panci mi instan tanpa telur diakhiri menunjuk ke langit-langit berjamur yang bocor menggenangi ember-ember penadah, seolah tangisan rumah itu sendiri.

Darmin hanya terdiam. Ia menatap istrinya. Di mata Rini, ia tak lagi melihat kemarahan melainkan jurang kehancuran yang ia gali sendiri, menganga lebar di hadapannya.

“Aku… aku cuma mau mengubah kondisi ekonomi kita, Rin,” gumam Darmin, suaranya serak. “Seperti  Jono…”

“Dasar lelaki tolol!” Rini meraung. “Jono?! dia cuma ikan kecil yang kebetulan nyemplung jaring! Sekarang dia jadi penjaga jaring buat menjerat orang lain!”

Darmin menatap kosong. “Tapi dia menang… mobil… rumah…”

MENANG?!” Rini tertawa pahit. “Seminggu lalu aku melihatnya digebuki debt collector di pasar! Mobilnya sudah disita, rumahnya digadaikan buat bayar bunga pinjaman judi!”

“Hah?”

Rini menarik napas dalam.Kau kira keberuntungan dari usaha haram bisa diduplikat? Jono menang sekali, tapi kalah seribu kali setelahnya! Sekarang dia hidup dari komisi menjerumuskan orang bodoh sepertimu! Kau tergiur ucapannya begitu saja tanpa mengetahui semua itu? Bagaimana kau bisa sebodoh itu, Darmin!” maki Rini.

Darmin menggigil dengan kepala menunduk dalam. Setiap kata yang diucapkan sang istri menghantam logika dan perasaannya. Dia menyadari bahwa dia bukanlah korban. Dia bukan pahlawan yang gagal. Dia hanyalah sekrup yang terlepas — membuat seluruh mesin keluarganya runtuh.

Air mata Darmin menggenang di pelupuk mata. Pikirannya melayang. Entah bagaimana ia menyelesaikan masalah akibat ulahnya ini.  Belum selesai dengan berbagai pikiran buruk yang berkecamuk, istrinya mendekat.

Kau pikir kasino itu tempat orang miskin mengubah nasib? ITU KARNIVAL BUAT ORANG KAYA YANG BOSAN! Bagi kita? Ini bencana!”

“Rin…”

Tangan Rini menunjuk kaleng beras setengah kosong. “Uang makan kita… uang sekolah Ani dan Slamet… renovasi genteng bocor yang kau janjikan… SEMUA KAU JADIKAN CHIP BUAT HIBURAN PARA JUTAWAN!” maki Rini, suaranya serak berisi racun kekecewaan.

Setelahnya, Rini tak berkata apa-apa lagi. Dia mengaduk mi instan di panci.

Air hujan dari genteng bocor menetes…
PLUNG… PLUNG…
tepat ke dalam kuah.

Mereka makan dengan suara hujan yang semakin keras.

oOo

TENTANG PENULIS: Noorma Paramitha, lahir dan tinggal di Semarang. Lulusan Biologi UNNES yang kini bekerja sebagai pegawai swasta. Gemar menulis dan travelling, ia kerap membagikan kisah perjalanannya di Instagram @dear_noormal.  Saat ini tertarik menulis puisi dan cerpen. Puisi-puisinya terbit di media daring maupun buku antologi hasil kompetisi menulis puisi. Nomor WhatsApp: 08893336535.

CERPEN SABTU Cukup 1000 – 1500 kata. Teknik menulis baru diperbolehkan, kritik sosial, plot point, absurd, realis, surealis, boleh. SARA dan pornografi dilarang. Redaksi menyediakan honor Rp. 100 ribu. Terbit mingguan setiap hari Sabtu. Sertakan foto diri, bio narasi singkat, nomor rekening bank, gambar atau 3-4 ilustrasi yang mendukung – boleh lukisan karya sendiri. Kirim ke email gongtravelling@gmail.com dengan subjek Cerpen Sabtu. Jika ingin melihat cerpen-cerpen yang sudah tayang, klik banner di bawah ini:

Fiksi Mini Menurut Gol A Gong

Ada banyak cara mengungkapkan perasaan kita, bisa lewat puisi, prosa (cerpen-novel), dan esai. Sejak akhir 2021, saya dan SIP Publishing mulai mengenal fiksi mini yang lebih familiar dan tetap mengacu ke unsur intrinsik – tetap ada tokoh, lokasi, dialog, konflik, dan endingnya.

Pelopor fiksi mini (fiksimini) di Indonesia adalah Agus Noor, Eka Kurniawan, dan Clara Ng, yang aktif di media sosial Twitter pada pertengahan tahun 2010. Mereka adalah bagian dari orang-orang yang membawa tren fiksi mini yang semakin populer di Indonesia. Tapi fiksi mini versi mereka tentu menyesuaikan dengan ruang Trwiiter yang hanya 140 kata.

Lantas apa keunikan atau perbedaan Fiksi Mini versi saya dan SIP Publshing? Fiksi Mini versi saya-SIP Publising adalah cerita pendek yang pendek, tetap mengacu ke unsur intrinsik. Untuk panjang-poendeknya, kesepakatan kami di sini antara 250 hingga 500 kata.

Hal lainnya Fiksi Mini versi saya dan SIP Publishing harus 1 peristiwa dalam 1 lokasi dan waktu serta ending ceritanya mengejutkan atau twist ending. Kita mengenalnya sebagai plot twist. Seperti kopi, selama ini kita mengenalnya dengan rasa pahit atau manis, tapi segelas kopi di fiksi mini rasanya amis darah.

Gol A Gong – Mentor dan Indra Defandra – CEO SIP Publishing

Perpusnas dan Dinas Perpus Salatiga Hadirkan Duta Baca Masuk Sekolah di SMPN 2 Salatiga

Oleh Rudi Rustiadi

Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah – Gerakan literasi kembali digelorakan melalui program Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah yang kali ini dilaksanakan di SMP Negeri 2 Salatiga, Kamis (2/10).

Kegiatan ini terselenggara atas kolaborasi Perpustakaan Nasional Republik Indonesia dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga.

Kegiatan Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah ini disambut antusias oleh para siswa SMPN 2 Salatiga dan sekolah-sekolah undangan. Melalui program ini, diharapkan budaya membaca dan menulis semakin mengakar di kalangan pelajar, sekaligus menjadi langkah nyata mewujudkan Indonesia sebagai bangsa literat di masa depan.

Kepala SMP Negeri 2 Salatiga, Mudjiati, menegaskan bahwa literasi adalah napas pendidikan. Mudjiati juga menekankan bahwa membaca bukanlah paksaan, melainkan kebutuhan. Karena itu, sekolah mendorong siswa menjadikan membaca dan menulis sebagai wadah aktualisasi diri.

“Literasi bukan sekadar membaca, tetapi juga menyaring informasi. Kami berkomitmen menguatkan literasi siswa di sekolah. Ada waktu membaca hening mendalam dengan bahan bacaan bermutu, dan perkembangan literasi anak-anak kami catat dalam sebuah jurnal,” ujarnya.

Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kota Salatiga, Sri Sarwanti, menyampaikan bahwa pihaknya menargetkan Salatiga sebagai Kota Literasi

“Anak-anak harus berkontribusi untuk bangsa. Agar tidak kalah dengan bangsa lain, maka harus gemar membaca. Berita negatif dan hoaks harus disaring, agar masa depan tetap cerah,” tegasnya.

Yuliatri Bunga, Pustakawan Ahli Utama
Perpustakaan Nasional RI menyatakan komitmen Perpustakaan Nasional untuk terus meningkatkan literasi di Indonesia melalui berbagai program. Beberapa program tersebut diantara Gerakan Indonesia Membaca, Bantuan Bahan Bacaan Bermutu, Sepekan Membaca, Membaca nyaring dan lain-lain.

“Selain itu Perpustakaan Nasional juga memberikan pendampingan dan kolaborasi dengan pemerintah daerah, untuk menguatkan gerakan literasi tersebut,” ungkapnya saat memberi sambutan.

Kegiatan Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah menjadi bagian dari upaya berkelanjutan dalam menguatkan indeks literasi dan tingkat kegemaran membaca yang sudah baik di Salatiga. Dengan sinergi antara pemerintah, sekolah, dan komunitas literasi, diharapkan generasi muda Salatiga dapat tumbuh menjadi pembelajar yang aktif, kritis, dan berdaya saing.

Sementara itu Duta Baca Indonesia, Gol A Gong memberikan motivasi, juga berbagi kisah inspiratif tentang tentang membaca dan menulis. Dalam sesi interaktif, Duta Baca Indonesia memaparkan bagaimana membaca buku bisa menjadikannya berdaya, memiliki kesejahteraan yang cukup hingga menjadi Duta Baca Indonesia.

Setelah itu Duta Baca Indonesia menyampaikan materi menulis cerpen populer, para peserta langsung diberi tugas praktik menulis. Duta Baca Indonesia langsung memberi masukan pada karya para perserta. Karya yang bagus mendapatkan hadiah berupa buku dari Duta Baca Indonesia. Menurutnya karya yang ditulis langsung oleh siswa sudah cukup baik dan bagus.

Pohon Puisi di Taman Sastra

Seorang lelaki dan perempuan berdiri di pintu sebuah taman
Ada penjaga bertampang seram
berdiri di sana

“Boleh masuk?” tanya si lelaki. “Saya bawa puisi. Mau saya gantungkan di pohon puisi.”

“Jenis puisinya?”
“Puisi A.”

“Kamu, bawa puisi? Puisi apa?” tanya si penjaga.

“Puisi B.”

Si penjaga mengizinkan mereka masuk.

Setelah itu bergantian orang-orang masuk ke taman dan menggantungkan puisi di dahan dan di ranting pohon puisi.

Kemudian mereka bersalaman, saling berbagi alamat dan nomor kontak, dan menikmati makanan dan minuman. Tawa mereka sangat bahagia ketika menyaksikan pohon puisi dihiasi puisi-puisi yang beraneka warna.

Tiba-tiba muncul dua orang anak- lelaki dan perempuan. Mereka menatap takjub ke taman dan menikmati keindahan pohon puisi.

Penjaga seram itu mendekati mereka. “Mana puisi kalian?” tanyanya.

“Kami tidak menulis puisi. Kami hanya ingin bertanya. Kenapa mereka tampak akur dan bahagia?” tanya anak lelaki.

“Siapa orang-orang ini?” tanya si anak perempuan. “Apakah mereka penyair?”

“Sastrawan?”

Si penjaga tersenyum. “Mereka bukan siapa-siapa. Mereka bukan sastrawan, apalagi penyair. Mereka merawat taman ini dan menanam pohon agar kota ini sejuk dan bersih tidak terkena polusi.”

Bandung Selatan
26 Juli 2025
Gol A Gong

Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah, Semangat Literasi Menggelora di SMK Widya Praja Ungaran

Oleh Rudi Rustiadi

Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah – Gerakan literasi di SMK Widya Praja Ungaran kembali mendapat energi baru dengan hadirnya program Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah, Rabu (1/10).

Acara ini dilaksanakan oleh Perpustakaan Nasional Republik Indonesia yang berkolaborasi dengan Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Semarang. Acara diisi dengan sesi berbagi kisah inspiratif Duta Baca Indonesia serta pelatihan menulis cerpen populer bagi siswa.

Dwi Erni Bimawati, Wakil Kepala sekolah bidang humas SMK Widya Praja Ungaran, dalam sambutannya, menyampaikan apresiasi atas terpilihnya sekolahnya sebagai tuan rumah kegiatan.

“Kami merasa bangga karena kegiatan ini menjadi momentum penting untuk menumbuhkan semangat membaca dan menulis di kalangan siswa SMK. Literasi bukan hanya tentang membaca buku, tapi juga melatih kreativitas, berpikir kritis, serta membangun karakter,” ujarnya di hadapan ratusan siswa yang memenuhi aula sekolah.

Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Semarang, Heru Cahyono menekankan bahwa kegiatan literasi harus dekat dengan dunia anak muda. Keberadaan perpustakaan menjadi sarana pembelajaran sepanjang hayat, baik anak-anak, remaja, maupun orang dewasa, dapat memanfaatkannya untuk meningkatkan kompetensi diri. Dengan demikian, perpustakaan berkontribusi langsung dalam mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.

“Perpustakaan Kabupaten Semarang berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan perpustakaan, baik dari segi koleksi, layanan, maupun pemanfaatan teknologi informasi. Kami berharap masyarakat semakin menyadari manfaat perpustakaan dan menjadikannya sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari,” ungkap Heru saat sambutan.

Yuliatri Bunga, Pustakawan Ahli Utama
Perpustakaan Nasional RI dalam sambutannya menegaskan bahwa program Duta Baca Indonesia adalah strategi untuk memperluas gerakan literasi hingga ke sekolah-sekolah.

“Kami ingin setiap siswa Indonesia memiliki akses informasi, motivasi, dan keterampilan untuk membaca serta menulis. Literasi adalah bekal untuk masa depan. Karena itu, kegiatan seperti ini akan terus kami dorong agar bisa menjangkau lebih banyak sekolah di daerah,” tegasnya.

Kegiatan Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah di SMK Widya Praja Ungaran menjadi bukti bahwa gerakan literasi dapat tumbuh kuat ketika ada sinergi antara sekolah, pemerintah daerah, dan Perpustakaan Nasional. Yuliatri berharap semangat membaca dan menulis siswa terus tumbuh, sehingga lahir generasi muda yang cerdas, kreatif, dan berdaya saing.

Pada kesempatan itu Duta Baca Indonesia, Gol A Gong disambut antusias 500-an siswa. Gol A Gong memberikan motivasi dan pengalaman tentang pentingnya membaca dan menulis sebagai bekal para siswa menghadapi masa depan. Sebagai bentuk apresiasi, Gol A Gong membagikan doorprize berupa buku kepada siswa-siswi yang aktif bertanya dan berpartisipasi.

Kegiatan Duta Baca Indonesia Masuk Sekolah di SMK Widya Praja ditutup dengan pelatihan menulis fiksi mini. Sebanyak 70 siswa diajak langsung menggali teori menulis serta mempraktikkan ide dan kreativitas mereka dalam menulis cerita pendek. Sesi ini diharapkan menjadi pengalaman berharga sekaligus pendorong lahirnya penulis muda dari Ungaran.

Festival Literasi Sekolah (Felisa) 2025 IAS Al-Jannah Meriahkan Bulan Bahasa

Oleh Aii Aayy

Rabu, 01 Oktober 2025 – Salah satu agenda tahunan di sekolah Islam Agama dan Sains (IAS) Al-Jannah berhasil digelar sangat meriah. Kegiatan ini bernama Festival Literasi Sekolah (Felisa) 2025.

Dengan mengangkat tema “Empowering the Spirit of Literachy” seluruh siswa mulai dari tingkat TK, SD, SMP hingga SMA berpartisipasi dalam kegiatan ini. Ada beberapa agenda besar yang digelar selama 3 hari ke depan, diantaranya Workshop menulis fiksi, perpustakaan keliling, bazar, baksos, perlombaan dan lain-lain.

Direktur Pendidikan IAS Al-Jannah, Adelina Pane mengungkapkan bahwa agenda ini merupakan agenda rutin dan bertujuan untuk menggali potensi jiwa literasi pada siswa.

“Felisa ini rutin kami lakukan setiap tahun, kami selipkan juga seperti tadi arak-arakan atau pawai mengenakan pakaian adat yang beragam supaya tetap menjaga kelestarian kebudayaan,” ungkapnya.

Felisa 2025 ini merupakan rangkaian agenda dalam memperingati bulan bahasa 2025. Tidak hanya itu, sekolah Islam berbasis alam yang terletak di Jl. Jambore No. 4 RT/RW 05/06 Pondok Ranggon, Harjamukti Kota Depok ini akan mengadakan Open House untuk semua jenjang pada hari Kamis dan Jumat mendatang.

“Semoga kegiatan Felisa 2025 ini berjalan dengan lancar dan bisa diikuti dengan semangat Literasi kita semua,” tutupnya.

Belajar Budaya dan Keunikan Mud Spa di Ban Laem Community, Thailand

Oleh: Ibnu Fikri Ghozali, Mahasiswa di Prince of Songkla University, Thailand

Saya dan rombongan kelas baru-baru ini melakukan perjalanan ke Ban Laem, sebuah desa nelayan yang terletak di Distrik Tha Sala, Provinsi Nakhon Si Thammarat, Thailand. Tujuan kami adalah mempelajari budaya lokal dan menyelami kehidupan masyarakat pesisir yang masih memegang tradisi nenek moyang mereka.

Desa ini menawarkan pengalaman yang berbeda dari kunjungan wisata biasa, karena di sini kami bisa melihat langsung bagaimana kehidupan nelayan berjalan sehari-hari, bagaimana masyarakat menjaga alam mereka, dan bagaimana mereka mengembangkan wisata berbasis komunitas yang ramah lingkungan.

Sesampainya di desa, kami disambut hangat oleh warga setempat. Senyum ramah mereka dan sapaan yang tulus membuat kami langsung merasa diterima. Kami diajak berkeliling area pesisir untuk melihat kehidupan sehari-hari masyarakat. Para nelayan sedang menyiapkan perahu, anak-anak bermain di tepi pantai, dan perempuan sibuk menyiapkan makanan tradisional untuk keluarga.

(Foto: Ketua Komunitas menelaskan bagaimana mereka menghidupkan budaya sekitar)

Suasana sederhana namun hangat membuat kami merasa seolah menjadi bagian dari komunitas itu sendiri. Jalan-jalan di sepanjang desa sambil menyapa warga menambah kesan bahwa di Ban Laem, kehidupan berjalan harmonis dan penuh gotong royong.

Kami kemudian bertemu dengan ketua komunitas Ban Laem, seorang tokoh yang ramah dan bijaksana. Beliau bercerita tentang sejarah desa, tradisi nelayan, dan bagaimana masyarakat setempat menjaga kelestarian alam sambil mengembangkan potensi wisata. Beliau menekankan pentingnya kerja sama antaranggota komunitas, terutama bagaimana perempuan berperan aktif dalam kegiatan ekonomi dan wisata desa. Diskusi dengan beliau membuat kami lebih memahami filosofi hidup masyarakat pesisir yang selaras dengan alam, di mana keberlanjutan dan kebersamaan menjadi landasan utama kehidupan sehari-hari. 

Selain berdialog, kami diajak mengikuti pelatihan singkat tentang pengelolaan wisata berbasis komunitas. Pelatihan ini lebih bersifat interaktif, di mana kami belajar menjaga kebersihan area, menyambut pengunjung dengan ramah, serta memahami teknik sederhana perawatan spa.

Rombongan kami mencoba beberapa teknik, dan tidak jarang terjadi tawa ketika ada yang salah mengoleskan lumpur atau terlalu bersemangat saat mencoba metode yang diajarkan. Aktivitas ini memberi kami pemahaman bahwa wisata komunitas bukan hanya soal pengalaman bagi pengunjung, tetapi juga pemberdayaan ekonomi dan pelestarian budaya serta lingkungan.

Salah satu bagian yang paling berkesan bagi kami adalah wisata kuliner. Kami tidak hanya mencicipi makanan lokal, tetapi juga belajar cara membuatnya. Hidangan tradisional Ban Laem sangat khas, dengan rasa yang kaya dan bumbu yang segar.

Salah satu yang paling menarik adalah Kanom Pak, kue tradisional manis dari Phetchaburi yang terbuat dari kelapa, gula palem, dan tepung ketan yang dibalut dengan daun palm. Kue kecil ini lembut, manis alami, dan hadir dalam berbagai variasi yang dijual di pasar lokal.

Dengan bimbingan warga, kami mencoba membuat Kanom Pak sendiri, mulai dari menakar bahan, mengaduk adonan, hingga membentuk kue kecil yang cantik. Suasana kelas memasak itu penuh tawa karena ada yang adonannya terlalu lengket, ada yang bentuknya kurang rapi, tapi semua merasa senang belajar langsung dari masyarakat setempat.

Proses memasak ini memberi kami pemahaman tentang ketelitian, kesabaran, dan kesederhanaan dalam tradisi kuliner Thailand, sekaligus mempererat kedekatan kami dengan warga Ban Laem.

Hari kedua kunjungan dimulai lebih awal dari biasanya. Kami bangun sebelum fajar untuk pergi ke teluk. Perahu kecil sudah menunggu kami di dermaga, dan kami menaikinya dengan semangat, membawa bekal sarapan ringan.

Saat perahu bergerak menjauh dari pantai, udara pagi yang sejuk menyelimuti wajah kami, dan laut yang tenang membuat suasana begitu damai. Di tengah teluk, kami berhenti untuk sarapan dan ngopi. Membuka termos kopi hangat di tengah laut, ditemani suara ombak dan langit yang perlahan berubah warna dari gelap ke oranye keemasan, memberikan pengalaman yang magis.

Rombongan kami duduk bersila di perahu, menikmati makanan ringan, berbagi cerita, dan menunggu matahari muncul sepenuhnya di ufuk timur. Sensasi ngopi di tengah laut ini membuat kami merasa begitu dekat dengan alam, sekaligus mempererat kebersamaan antaranggota rombongan.

Setelah sarapan, tibalah momen yang paling ditunggu: mud spa laut. Kami bergerak ke perairan dangkal Teluk Thong Kham, di mana lumpur laut yang kaya mineral sudah menanti. Satu per satu anggota rombongan merendam tubuh mereka ke dalam lumpur hangat.

Saya merasakan sensasi hangat yang menenangkan, sementara rombongan kami tertawa ketika ada yang mencoba menyapukan lumpur ke teman di sebelahnya. Aktivitas ini bukan sekadar relaksasi fisik; kami juga belajar bagaimana masyarakat Ban Laem menjaga kualitas lumpur dan air laut agar kegiatan ini tetap berkelanjutan dan tidak merusak ekosistem.

Sambil menikmati lumpur hangat, kami mengamati perahu nelayan yang melintas, burung laut yang beterbangan, dan pemandangan pesisir yang memukau. Mud spa ini memberi kombinasi unik antara relaksasi, pembelajaran budaya, dan pengalaman dekat dengan alam.WhatsApp Image 2025-09-14 at 15.45.11 (2).jpeg

Selepas mud spa, kami kembali ke desa untuk melanjutkan eksplorasi budaya. Kami menyaksikan kegiatan konservasi alam yang dilakukan masyarakat, seperti menanam dan merawat hutan mangrove yang menjadi pelindung ekosistem pesisir.

Kami juga melihat bagaimana masyarakat menyeimbangkan pekerjaan, budaya, dan lingkungan. Anak-anak bermain di tepi pantai, nelayan menyiapkan perahu, dan perempuan menyiapkan hidangan tradisional. Aktivitas ini memberi kami pemahaman mendalam tentang kehidupan sehari-hari komunitas pesisir dan bagaimana mereka hidup selaras dengan alam.

Kami berbagi pengalaman selama dua hari terakhir, tertawa dan merenung, menyadari bahwa kunjungan ini bukan sekadar wisata, tetapi pembelajaran yang memperkaya jiwa dan pengetahuan kami.

Kami pulang dengan hati penuh rasa kagum, pengetahuan tentang budaya dan kuliner lokal, serta kenangan tak terlupakan tentang Ban Laem, sebuah desa yang harmonis antara tradisi, alam, dan komunitas.

Kunjungan ke Ban Laem Community mengajarkan kami bahwa belajar budaya langsung dari masyarakat lokal memberi pengalaman yang jauh lebih mendalam dibanding membaca teori di buku.

Desa ini menunjukkan harmoni antara budaya, alam, dan komunitas, dan menegaskan pentingnya menjaga tradisi serta keberlanjutan lingkungan agar generasi mendatang dapat menikmati warisan yang sama.

Kami meninggalkan Ban Laem dengan hati hangat, pengetahuan baru, dan kenangan yang tak terlupakan tentang pengalaman mud spa, kuliner tradisional termasuk Kanom Pak, ngopi di tengah laut, dan interaksi penuh makna dengan masyarakat pesisir Thailand.